KEMATIAN

KEMATIAN

Sumber: Jalal Center

Oleh DR. Haidar Bagir, MA

Suatu kali Nasruddin Hoja ditanya temannya, Kapan kiamat terjadi? Kiamat apa yang kau maksudkan? Nasruddin balik bertanya. Apakah kiamat itu lebih dari satu? Temannya kembali bertanya. Ya, ada kiamat kecil dan ada kiamat besar. Kiamat kecil adalah ketika isteriku mati. Dan kiamat besar adalah ketika aku yang mati?, jawab Nasruddin.

Tentu saja Nasruddin sedang bercanda. Tapi Nasruddin benar ketika dia mengaitkan kiamat dengan kematian. Hanya saja, kiamat kecil bagi seseorang adalah kematiannya, sebelum kelak ia dibangkitkan kembali ketika kiamat besar terjadi. Ibnul Qayyim al-Jawzi berkata: Maut adalah kebangkitan dan tempat kembali (maad) pertama. Allah menciptakan dua tempat kembali dan dua kebangkitan bagi anak-cucu Adam. Dalam keduanya Allah membalas orang jahat dengan kejahatan yang setimpal dan membalas orang baik dengan kebaikan yang lebih besar.

Tapi, apa makna kematian atau maut itu? Menurut Lisaanul Arab, kata maut berarti diam, padam, tenang, tak bergerak. Sebagaimana kehidupan bermula ketika ruh ditiupkan ke jasad, maka kematian terjadi ketika ruh terpisah dari badan. Maut juga berarti bergantinya keberadaan, dan berpindahnya (sesuatu) dari satu tempat ke tempat lain. Sehingga menjadi jelaslah makna ucapan Rasulullah Saaw. Ketika beliau mengatakan: Kalian diciptakan untuk keabadian, bukan untuk mengalami kemusnahan. Kematian sesungguhnya adalah perpindahan dari satu rumah ke rumah lain yakni dari rumah dunia ke rumah akhirat.Kematian, ungkap Syeikh Abbas al-Qummi, adalah ketika ruh meninggalkan badan, sebagaimana pelaut meninggalkan kapalnya yang karam. Atau, bagaikan secercah cahaya yang meninggalkan suatu tempat, dan membiarkannya menjadi padam atau gelap kembali, persis seperti saat ia belum masuk ke dalamnya.

Tapi, selain maut, Al-Quran juga menggunakan istilah wafat untuk menunjuk makna mati. Murtadha Muthahhari membuat sebuah analisis menarik tentang kata tawaffa (mati) yang berakar pada kata yang sama dengan wafat lewat pembandingannya dengan suatu kata dalam bahasa Persia yang memiliki bunyi hampir sama, yakni maut. Menurut Muthahhari, sebagian orang persia mengira bahwa kedua istilah ini berasal dari kata yang sama. Mereka mengira bahwa wafat kard kata kerja bentukan dalam bahasa Persia yang berarti meninggal- sama dengan faut kard. Faut berarti hilang, atau lepas dari pegangan. Jika istilah wafat bermakna sama dengan faut maka kematian akan memiliki konotasi hilang, musnah. Kenyataannya, makna istilah faut malah berkebalikan dengan makna istilah wafat yang dipergunakan Al-Quran untuk menyatakan kematian. Sebaliknya dari lepas dari pegangan, istilah tawaffa berarti mengambil sesuatu dan menerimanya secara sempurna. Contohnya, jika Anda mendapatkan kembali seluruh piutang Anda, dan bukan hanya sebagiannya, maka itu disebut sebagai tawaffa atau istifa. Al-Quran senantiasa mengaitkan kematian dengan menerima secara sempurna.

Di dalam surat al-Sajdah disebutkan: Dan mereka berkata, Apakah ketika kami telah lenyap (musnah) di dalam tanah, kami akan benar-benar menjadi ciptaan yang baru Katakanlah: Malaikat maut ditugasi untuk menerimamu dan kepada Tuhanmulah kamu akan dikembalikan.

Ketika Muthahhari menyimpulkan bahwa mati berarti dipindahkannya, atau diserahkannya (ruh) si mati dari satu alam ke alam lain. Malaikat-malaikat pesuruh Allah datang untuk menerimanya dan membawanya. Pada saat itu (ruh) manusia diterima dalam keadaan utuh, sempurna. Tak ada yang musnah, atau berkurang. Kemusnahan hanya bisa dilekatkan kepada wadah belaka.

Berhubungan dengan istilah wafat ini, dikenal juga istilah kematian kecil. Yang ditunjuk oleh istilah ini adalah tidur. Tidur? Bukankah Allah berfirman:

Dan dialah yang mewafatkan kalian pada malam hari…

Allah menggenggam jiwa manusia ketika matinya dan menggenggam jiwa (manusia) yang belum mati di waktu tidurnya? Maka dia tahanlah jiwa orang yang telah ditetapkan kematiannya, dan dia lepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya dalam hal itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir.

Memang, Sesungguhnya, kata Sang Rasul, hidup manusia di dunia ini bagaikan mimpi. Ia terjaga ketika mati. Dan pada hari itu, ungkap Allah, penglihatanmu akan menjadi terang-benderang.

Maka perenungan Shakespeare telah berada di arah yang benar ketika ia bergumam: Kita bagaikan obyek mimpi. Bertumbuh besar, pergi ke sekolah, menikah, mempunyai anak, mencari dan membelanjakan uang, menjadi tua. Dan hidup kita yang singkat ini digenapi dengan tidur.? Hanya kali ini kita mungkin bisa melanjutkan jawabannya yang tidak selesai itu. kematian adalah transisi dari satu kehidupan ke kehidupan lain. Bahkan dari sebuah mimpi dari sebuah realitas virtual- ke realitas yang sejati. Dan kepada T.S. eliot, kita dapat dengan yakin mengatakan: di ujung jembatan London itu, terhampar dunia baru di mana cahaya bersinar terang-benderang, dan tak pernah padam

sumber: Jalal Center

11 Tanggapan

  1. Kematian dalam Hidup. Itulah yang sulit!

  2. Manusia atau hamba-hamba Allah SWT yang paling cerdas ialah yang selalu mengingat akan kematian.

  3. Mati …..kita harus slalu mengingatnya,ingat mati=ingat Allah

  4. Mati…Semua mahluk hidup akan mati…untuk itu segerakan diri untuk selalu bertaubat kepada Allah SWT…

  5. oke. . .bagus

  6. kematian akan datang pada setiap yang hidup

  7. biase jer gilerrrr

  8. Abadikanlah duniamu seakan km hidup selamanya.kumpulkan bekal untuk akhiratmu seakan kamu mati besok.

  9. mati itu dalah ketentuan yang maha esa bukankah telah di cantum dlam al-qur an bahwa setiap manusia itu pasti akan menerima kiamat kecil??
    ya itu meng hadap atau kembali lagi ke pada Allah SWT…
    manusia tdk kan bsa menentukan itu semua??
    mwpun lwt rmalan atau pun lewat apapun??
    ingatlah siapkan bekal anda untuk menghadap yang maha kuasa tiada tanding tiada tara??
    “Allah”
    dan rasullullah”Nabi Muhamad saw.”

Tinggalkan komentar